Sabtu, 30 Maret 2013

desain pembelajaran



PENGELOLAAN PENGAJARAN
DESAIN PEMBELAJARAN

Dosen Pengampu: Basri, M.Ag

Kelompok 3:
Nama                            NPM
Anggit Yudo Pratiwi 1167161
Ayang Kurnia            1167311
Aries Dwi Komara     1167261


Progam Studi Pendidikan Agama Islam (B)
Jurusan Tarbiyah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
STAIN JURAI SIWO METRO
TA. 2012/2013

PENDAHULUAN

            Perkembangan pendidikan di Indonesia dewasa ini, sungguh sangat memperihatinkan. Seiring perkembangan teknologi yang sangat berkembang pesat ternyata tak banyak memberikan kontribusi yang positif dalam dimensi pendidikan di Indonesia. Bahkan tidak jarang dan bukan sebuah rahasia jika banyak seorang sarjana pendidikan saat ini kemampuannya tidak terpakai (di manfaatkan) oleh dunia pendidikan. disisi lain, kita melihat dewasa ini anak SD, rata-rata sudah mengenal, memiliki dan menggunakan sebuah hand phone, mereka pun terlihat sangat mahir dalam menggunakannya. Tidak jarang juga anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu, sudah mengerti masalah jejaring sosial (facebook). Ini berawal dari anak SD, mereka saja sudah mengerti dan mampu memainkan, apalagi anak SMP dan SMA misalnya.
            Para calon generasi penerus yang seharusnya menjadi tulang punggung dan fokus utama, kini telah dikendalikan oleh suatu aplikasi yang tidak tau kemana arah tujuannya. Namun disisi lain, yang tidak kalah memperihatinkan dan nyata terjadi didepan kita, mengenai pendidiknya. Sudah bukan menjadi sebuah hal yang tabuh ketika ada penerimaan Pegawai Negeri Sipil, para kandidatnya berlomba-lomba melakukan suap, supaya menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil. Perbuatan yang seharusnya dihapuskan, kini menjadi sebuah perlombaan bahkan mungkin budaya.
            Masalah yang timbul tidak cukup hanya itu, pertanyaan besar yang muncul adalah bagaimana melakukan orientasi guna meluruskan kembali tujuan pendidikan dan melaksanakan proses pendidikan yang baik dan benar. Disinilah peran orang tua dan seorang pendidik sangat dibutuhkan. Orang tua memiliki kewajiban untuk membimbing dan mengawasi putra-putri mereka, begitu pula pendidik mempunyai tugas untuk mendidik atau mentransfer pengetahuan. Oleh sebab itu, seorang pendidik dituntut untuk memiliki kesiapan dan keterampilan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Pendidik harus mampu memberikan sesuatu yang baru, suasana baru, dan hal-hal lain yang bersifat kreatif dan inovatif dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Dan salah satu komponen dari proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif yaitu mengenai desain pembelajaran. Desain pembelajaran ini sangat penting, karena bisa dikatakan inilah faktor yang sangat vital yang akan menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran dilakukan. Mengenai desain pembelajaran, akan kita bahas dalam pembahasan berikut.­­
PEMBAHASAN
DESAIN PEMBELAJARAN


            Jika membicarakan masalah desain atau perencanaan, terlintas sebuah gambaran mengenai kerangka atau sebuah rancangan (sketsa). Desain atau perencanaan merupakan suatu hal yang begitu penting bagi seseorang yang akan melakukan tugas atau pekerjaannya, termasuk guru yang memiliki tugas mengajar (pengelola pembelajaran).
            Supaya seorang guru dapat menyusun perencanaan pembelajaran dengan baik, maka haruslah memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran dan strategi pembelajaran terlebih dahulu. Karena dua komponen ini adalah syarat mutlaq yang wajib dikuasai. Berikut mengenai desain pembelajaran.[1]
A.    Pengertian Desain Pembelajaran
            Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design yang berarti perencanaan atau rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan persiapan.[2]
            Didalam ilmu manajemen pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan, perencanaan disebut dengan istilah planning yang artinya menyususn suatu keputusan berupa langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu. Dan ada sebagian ahli yang mengartikan bahwa perencanaan adalah pemikiran sebelum melaksanakan.[3]
Reigeluth mengibaratkan pengertian desain dengan “cetak biru yang diracang oleh arsitek” sedangkan pembangunan dan pengembangan bangunan tersebut harus sesuai atau mengikuti cetak biru tersebut.[4]
Ada pula yang mengatakan, desain merupakan manifestasi atau perwujudan dari ide-ide yang berbentuk pemikiran maupun sebuah sketsa terhadap sesuatu yang masih akan dilakukan.[5]
Dengan demikian, desain atau perencanaan adalah suatu pemikiran atau persiapan untuk melaksanakan suatu tugas atau untuk mengambil sebuah keputusan terhadap apa yang akan dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu, sebagai yang telah ditetapkan, melalui prosedur, ketentuan dan langkah-langkah yang sistematis serta memperhatikan prinsip-prinsip pelaksaan tugas tersebut.
Selanjutnya mengenai arti pembelajaran, pembelajaran mudahnya diartikan sebagai serangkaian peristiwa guna mendukung terjadinya proses belajar mengajar.[6]
Kesimpulannya, desain pembelajaran adalah sebuah pemikiran atau perencanaan yang bertujuan untuk mempersiapkan pelaksanaan tugas atau merupakan langkah-langkah pemecahan suatu masalah dalam proses pembelajaran, yang berujung pada sebuah tujuan tertentu melalui prosedur yang sistematis dan berdasarkan prinsp-prinsip tertentu pula.
B.     Urgensi Desain pembelajaran
Pendidikan masa kini harus mampu memainkan perannya secara maksimal sehingga akan menjaga dan memperkukuh etika dan moral bangsa. Pendidikan merupakan suatu media sosialisasi nilai-nilai luhur, khususnya ajaran agama, yang akan lebih efektif bila diberikan kepada anak (siswa) sejak dini. Sistem pendidikan menekankan kepada penguasaan etika dan moral yang tinggi selain penguasaan pengetahuan yang luas, yang bertujuan menjunjung tinggi etika.[7]
Banyak problem dan tantangan yang dihadapi para pendidik di sekolah dalam menyusun desain instruksional terutama Pendidikan Agama Islam. Masalah dan tantangan yang muncul dikarenakan adanya orientasi dan pemahaman pendidikan yang kurang tepat.
Ada tiga indikator kekeliruan dalam orientasi tersebut, yaitu:
1.      Pendidikan yang terjadi pada saat ini lebih berorientasi pada bagaimana mempelajari tentang satu ilmu saja, sehingga berdampak pada kurang teraplikasinya nilai-nilai toleransi dan keserasian antara satu disiplin Ilmu dengan disiplin Ilmu yang lain. Misalnya, agama dan ekonomi atau biologi, yang sebenarnya terdapat banyak kaitannya.
2.      Pendidikan yang ada tidak memiliki strategi penyusunan dan pemilihan materi-materi yang tepat, sehingga sering ditemukan hal-hal yang tidak prinsipil, yang seharusnya dipelajari lebih awal, malah terlewati.
3.      Kurangnya penjelasan yang luas dan mendalam serta kurangnya penguasaan semantik dan generik atau istilah-istilah kunci dan pokok dalam ajaran agama sehingga sering ditemukan penjelasan yang sangat jauh dan berbeda dari makna spirit dan konteksnya.[8]

Berdasarkan penjabaran diatas, perlu adanya suatu pembenahan, dan pembenahan itu harus segera dilakukan untuk menghindari akibat yang lebih besar lagi. Apalagi mengenai pendidikan agama, realitanya diluar sana ada guru agama Islam tapi lulusan sekolah tinggi olah raga. Faktor salah jurusan ini yang barang kali juga mempengaruhi terjadinya kesalahan pada seorang pendidik ketika mendesain proses pembelajarannya. Dengan ini kita tahu, bagaimana pentingnya desain pembelajaran itu ada. tetapi desain juga harus disesuaikan agar lebih efektif dan efisien.
Ada empat sasaran pendidikan yang perlu mendapatkan perhatian, antara lain:
1.      Pendidikan di sekolah hendaknya mampu mengajarkan dan menanamkan konsep dasar atau landasan yang kuat kepada para siswa, supaya dari awal mereka mengetahui arah dan tujuan dilaksanakan pendidikan tersebut.
2.      Pendidikan yang saling berkaitan lebih efektif jika isi materinya diperingkas .
3.      Pendidikan seharusnya meletakkan Pendidikan Agama Islam sebagai landasan atau dasar bagi semua pelajaran yang diajarkan sekolah.
4.      Pendidikan yang diberikan kepada para siswa memuat sesuatu yang mampu menjadi landasan moral dalam kehidupan sehari-hari.[9]

Kami dapat menyimpulkan, urgensi dari desain pembelajaran adalah sebagai penjagaan dan pengokohan moral bangsa. Selain itu, karena desain merupakan salah satu langkah atau sesuatu yang harus dikuasai dan dilakukan oleh setiap pendidik sebagai sebuah trobosan untuk memecahkan masalah (memberikan pembelajaran yang menarik, efisien, inovatif dan dinamis) dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, desain pembelajaran merupakan kunci yang menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran itu dilakukan. Hal yang akan menentukan para peserta didik untuk menyukai pendidik adalah dari desain pembelajaran yang digunakan. Biasanya para peserta didik akan memetakan mana seorang pendidik yang menurut mereka desain pembelajarannya mudah dimengerti, mudah dipahami, menarik, fleksibel dan mana yang tidak. Jika dari awal desain pembelajaran yang diterapkan oleh seorang pendidik tidak menarik dan tidak membuat mereka nyaman, hari-hari belajar berikutnya mereka akan cenderung untuk bermalas-malasan dalam mengikuti proses pembelajaran, begitu sebaliknya, ketika seorang pendidik mampu mendesain pembelajaran dengan baik, mereka akan antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.

C.    Strategi mendesain pendidikan
Sudah saatnya kita merubah paradigma desain intruksional pendidikan, terutama agama Islam, agar pendidikan yang kita berikan kepada para peserta didik kembali lagi ke dalam arah dan tujuan yang benar serta mengedepankan nilai-nilai ahklakul karimah sebagai perilaku dasar yang harus dimiliki oleh semua peserta didik tidak terkecuali pendidiknya. Bukan saatnya lagi pendidikan yang akan dilaksanakan hanya memiliki visi dan misi strategis untuk membentengi terciptanya pribadi yang akhlakul karimah saja, akan tetapi lebih kepada praktik langsung atau aplikasi dalam kehidupan nyata. Para peserta didik disamping memiliki khazanah pengetahuan yang luas tetapi juga mampu mengimplementasikan nya dalam tindakan sehari-hari.[10]
Untuk menyiasati hal ini, ada beberapa hal yang harus didesain ulang agar pendidikan benar-benar agar pendidikan benar-benar terletak pada posisi yang strategis.
1.      Penataan dan penguatan budaya atau kebiasaan sekolah sebagai basis formal pendidikan.
2.      Materi pendidikan antara satu dengan yang lain berperan sebagai perekat.
3.      Keterpaduan pendidikan antara pendidik, orang tua dan masyarakat dalam membenahi situasi dan kondisi.
4.      Profesionalitas seorang pendidik menjadi fokus utama yang paling diutamakan.
5.      Adanya pendekatan aspek kecerdasan moral-spiritual (SQ), yaitu sikap fleksibel (spontan dan aktif), memiliki kesadaran yang tinggi, mampu menghadapi dan memanfaatkan penderitaan dan rasa sakit, hidup dari visi dan nilai-nilai, menghindari hal-hal yang tidak perlu yang menimbulkan kerugian, berpandangan holistik, bertanya dan mencari jawaban secara mendasar, serta bekerja melawan konvensi.[11]

Pelaksanaan pendidikan selama ini, berada dalam tataran pragmatis yang memiliki gap cukup besar apabila dikaitkan dengan filsafat pendidikan Islam. Hanya saja, dalam dimensi ontologisnya pemikir muslim harus melakukan perubahan mendasar karena Islam memandang rasio dan empiris sebagai bagian integral dan eksistensi Ilahi sehingga tujuan atau aksiologi ilmu tidak dapat dilepaskan dari kehendak-Nya.
Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya pembaharuan dan peningkatan kualitas pendidikan secara terencana, sistematis, dan mendasar dengan merumuskan kembali visi, misi, dan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Berbicara masalah reformasi pendidikan, banyak sekali subtansi yang harus direnungkan dan persoalan-persoalan yang membutuhkan jawaban. Secara umum, sektor pendidikan memiliki peran yang setrategis dan fungsional dalam upaya membangun suatu masyarakat.[12]
Pendidikan selalu berusaha menjawab kebutuhan dan tantangan yang munculdi kalangan masyarakat sebagai konsekuensi dari suatu perubahan. Pendidikan pada hakikatnya adalah sarana terbaik yang dirancang untuk menciptakan suatu generasi baru yang tidak akan kehilangan ikatan dan tradisi mereka sendiri dan tidak menjadi bodoh secara intelektual.
Apabila kita mencermati permasalah kondisi pendidikan di indonesia khususnya, ada dua alasan pokok yang memerlukan penataan. Pertama, konsep dan praktik dari hasil pendidikan hanya didasarkan pada kepentingan dunia. Kedua, lembaga pendidikan belum mampu sepenuhnya memfasilitasi pembentukan atau penciptaan pribadi yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman yang semakin berkembang. Adapun jika ada yang memadai, hanya segelintir saja yang sudah pasti tidak seimbang dengan apa yang harus kita kerjakan bersama untuk membangun bangsa agar lebih baik lagi.[13]
Realita ini tentunya menggugah para pemikir muslim untuk segera menata paradigma desain intruksional baru untuk pembelajaran yang menganut sistem pendidikan modern sesuai dengan tuntutan masyarakat globlal dengan tetap konsisten memegang prinsip-prinsip moralitas Islam.
Dalam hal ini, munculnya reformasi menjadi suatu istilah yang populer dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia, yang didalamnya termasuk reformasi di bidang pendidikan, khususnya reformasi pembelajaran. Dalam masa reformasi ini masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupan.
Reformai pendidikan sama pentingnya dengan reformasi sosial dan ekonomi. Untuk itu, pendidikan harus mampu menciptakan suatu pendidikan yang sistematis dan selaras dengan upaya menciptakan keadilan sosial, kesejahteraan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.[14]
Untuk menghadapi tuntutan dan perkembangan masyarakat menuju era globlal, diperlukan usaha untuk mendesaain dan menata pembelajaran secara erencana, sistematis dan mendasar. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1.      Perubahan pada konsep, praktik, dan isi program diperbarui.
a.       Perlu pemikiran untuk menata kembali konsep pendidikan yang benar-benar didasarkan pada asumsi mengenai fitrah dan potensi yang dimiliki manusia. Jadi mengembangkan potensi-potensi yang ada pada manusia sesuai dengan tuntutan dan perubahan masyarakat.
b.      Pendidikan didesain menuju tercapainya sikap toleransi dalam berbagai hal.
c.       Pendidikan perlu didesain untuk mampu mempersiapkan generasi Islam yang berkualitas sehingga mampu menjawab tantangan dan perubahan masyarakat dalam semua sektor kehidupan.
2.      Perubahan pada kelembagaan
a.       Perlu menyusun kembali visi dan misi pendidikan menuju era globlal.
b.      Perlu menata dan memodernisasikan manajemen lembaga pendidikan.
c.       Sekolah hendaknya dikelola secara otonom, demokratis, transparan, relevan, efektif dan efisien.[15]

Kesimpulan yang kami dapatkan dari strategi mendesain pembelajaran adalah:
Desain dibuat tidak hanya sebagai pencipta dan hanya sekedar memberi pengetahuan, akan tetapi bagaimana desain yang kita buat, mampu memberikan pendidikan yang lengkap. Baik mencangkup aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Jadi peserta didik tidak hanya mendapatkan pengetahuan, dan hanya sebatas tau dan memahami akan tetapi mampu mengaplikasikan atau mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Desain pembelajarannya dikemas sebagamana caranya sehingga didalamnya mencagkup teori dan prantiknya, terlebih aplikasi sepanjang masa. Desain itu diciptakan untuk memberikan pendidikan guna mempersiapkan para generasi muda agar mampu menyesuaikan, mengatasi dan menjawab tantangan serta perkembangan masyarakat yang sesuai dengan berjalannya waktu.

D.    Komponen Desain Pembelajaran
Agar sistem pendidikan yang dilaksanakan disekolah mampu mengahsilkan output yang berkualitas maka sistem tersebut harus dapat menciptakan sistem belajar yang berkualitas tinggi yang secara oprasional dapat dipresentasikan oleh sistem atau proses pembelajaran yang berkualitas.[16]
Reformasi pembelajaran bertujuan untuk mengembangkan metode pembelajaran, khususnya untuk memajukan dan meningkatkan motivasi siswa dalam berprestasi. Secara alamiah, ada beberapa pemikiran reformasi pembelajaran untuk mencapai tujuan reformasi pembelajaran, tetapi pemikiran yang dominan dalam gerakan reformasi pembelajaran ini menekanakan pada unsur-unsur berikut:[17]
Pembelajaran konvensional
Reformasi pembelajaran
Terpusat pada pendidik
Terpusat pada peserta didik
Pengajaran diktatik
Pengajaran interaktif
Kerja individu
Kerja kelompok
Pendidik sebagai sumber
Pendidik sebagai fasilitator
Kemampuan mengelompokkan
Kelompok heterogen
Penilaian berdasarkan pengetahuan
Penilaian berdasarkan kinerja

  1. Orientasi pembelajaran
Pada pembelajaran konvensional, proses pembelajaran terpusat pada pendidik. Pendidik yang selalu memberikan ide dan struktur pengetahuannya bersifat analisis teoritis. Sedangkan pada proses refomasi pembelajaran, peserta didik belajar untuk mengungkapkan ide atau gagasan mereka sendiri sesuai dengan pemahaman mereka masing-masing.[18]
  1. Proses pembelajaran
Dalam pengajaran konvensional, proses pengajaran berlangsung secara diktatik, maksudnya bahwa proses pengajaran tersebut hanya bertumpu pada pendidik dalam memberikan materi belajar, tanpa banyak melibatkan peserta didik pada proses pembelajaran. Sebaliknya, sesudah direformasi,  peserta didiklah yang dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran.[19]
E.     Desain Masa kini
1.      Desain Model Penyampaian
Tiga desain perilaku atau model penyampaian yaitu melalui cara-cara personalized system of instruction (PSI), pecision teaching, dan direct instruction.
a.       PSI (Personalized System of Instruction)
Sistem ini menggunakan ajaran dari aliran perilaku dan penguasaan cara belajar. Instruksi sistem personal adalah suatu sistem yang saling berkaitan dari satu instruksi, yang terdiri atas urutan (serangkaian), desain tugas yang progresif bagi individu yang bersemangat tinggi dalam kegiatan belajar. Dalam desain ini murid-murid menentukan sendiri tingkat dan jumlah belajarnya. Untuk mencapai kemajuannya melalui suatu serangkaian (seri) dan tugas-tugas instruksional. [20]
PSI mempunyai 5 karakteristik, yaitu:
-          Menggunakan instruktur atau pengajar
-          Penguasaan materi pelajaran
-          Menyusun sendiri kecepatan belajarnya
-          Guru sebagai motivator
-          Menggunakan kata-kata tertulis [21]
b.      Precision Teaching (Ketepatan Mengajar)
Metode ini lebih menekankan monitoring kegiatan belajar di dalam kelas, dibandingkan dengan menciptakan program yang didasarkan pada temuan-temuan dari laboratorium. Maka disarankan pengukuran kerangka kerja yang merupakan ciri khas dari kegiatan laboratorium dapat dilakukan di dalam kelas.[22]
Ketepatan mengajar telah menciptakan temuan-temuan praktis dari potensi penggunaan pada teknologi pendidikan, sebagai contoh seorang guru yang tepat secara konsisten menemukan bahwa murid-murid yang diberikan tugas yang lebih sulit (menghasilkan kesalahan yang lebih tinggi) dan lebih cepatnya tingkat untuk belajar kembali. Guru yang tepat juga menjadi lebih lancar, akurat, dan cepat kinerjanya, suatu tujuan yang dapat meningkatkan kemajuan muridnya.
c.       Direction Instruction (pembelajaran Langsung)
Dalam mendesain pembelajaran agar belajar dapat lebih dimengerti diperlukan tiga analisis, yaitu analisis perilaku, analisis komunikasi, dan analisis sistem ilmu pengetahuan. Analisis perilaku berkaitan dengan bagaimana lingkungan mempengaruhi perilaku pendengar (seperti bagaimana untuk merespons langsung dan memberdayakan respons, dan bagaimana mengoreksi kesalahan).[23]
Analisis komunikasi mencoba mencari prinsip-prinsip untuk mendesain secara logis dari rangkaian mengajar efektif. Prinsip ini berhubungan dengan memberikan contoh-contoh yang memaksimalkan generalisasi (tetapi meminimalkan generalisasi yang berlebihan). Analisis dari sitem pengetahuan berfokus pada organisasi yang logis atau klasifikasi dari pengetahuan di mana keahlian dan konsep yang sama dapat diajarkan dengan cara yang sama. Pembelajarannya dimulai dari yang mudah hingga yang kompleks. Proses pembelajaran langsung adalah presentasi tertulis yang hanya tidak mendukung pengawasan kualitas tetapi karena kebanyakan pendidik kurang terlatih dalam mendesain materi, karena tidak mungkin memilih dan menyusun contoh-contoh efektif tanpa suatu pembelajaran yang eksplisit. [24]
Dari program-program yang ada pembelajaran langsung (Direction Intruction) adalah program yang paling efektif untuk mengukur pencapaian keahlian dasar, keahlian dalam memahami satuan meteri dan konsep diri sendiri. Salah satu model pembelajaran langsung, yaitu the morning side model. Program ini menawarkan pengajran bagi anak-anak dan orang tua dalam semua jenis keahlian.[25]
2.      Desain Pembelajaran Model PBL
a.       Desain pembelajaran Model PBL
Desain pembelajaran model Problem Based Learning dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: [26]
Pertama, para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 sampai 6 orang. [27]
Kedua, pada setiap kelompok tersebut terdapat seorang ketua yang bertindak sebagai moderator dan sekaligus juru bicara, dan seorang sekretaris yang bertindak sebagai pencatat dan perumusan hasil pemecahan masalah. Ketua dan sekretaris juga merangkap sebagai anggota.[28]
Ketiga, menentukan pokok masalah yang akan dipecahkan. Permasalahan tersebut dapat dituangkan dari bahan pelajaran yang terdapat dalam silabus, dapat pula berupa permasalahan yang berasal dari para siswa sendiri.[29]
Keempat, guru meminta para siswa dalam setiap kelompok tersebut untuk mendiskusikan pokok masalah tersebut sesuai dengan waktu yang tersedia.[30]
Kelima, berbagai kegiatan yang terdapat dalam kelompok tersebut antara lain: a) mengumpulkan data dengan cara masing-masing kelompok bertukar pikiran, melakukan observasi, mempelajari berbagai sumber bacaan, mengakses internet, dll. b) menganalisis data yang telah dikumpulkan dengan cara mengakajinya dan mempertanyakannya; c) menyusun hipotesis; d) mengolah data; e) menguji hipotesis f) menarik kesimpulan.[31]
b.      Kelebihan dan Kekurangan PBL
Kelebihan PBL antara lain: a) dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja; b) dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, yang selanjutnya dapat mereka gunakan di masyarakat kelak; c) dapat merangsang pengembangan kemampuan berpikir secara kreatif dan meyeluruh, karena dalam proses pembelajarannya, para siswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai aspek.[32]
Kekurangan PBL antara lain: a) sering terjadi kesulitan dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat bepikir siswa; b) sering memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan metode konvensional; c) sering mengalami kesulitan dalam perubahan kebiasaan belajar dari yang semula belajar dengan mendengar, mencatat dan menghafal informasi yang disampaikan guru, menjadi belajar dengan cara mencari data, menganalisis, menyusun hipotesis, dan memecahkannya sendiri.[33]
c.       Pandangan Islam tentang PBL
Dilihat dari segi isinya, masalah adalah suatu kesenjangan antara yang seharusnya (dassoilen solen) dengan tampaknya (dassein). Ajaran Islam misalnya, mengaharuskan agar umatnya bekerja keras, memanfaatkan waktu yang sebaik-baiknya untuk hal-hal yang bermanfaat, mencintai kebersihan dan ketertiban, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki kesehatan jasmani dan rohani serta menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan sesama. Namun, dalam realitanya, masih terlalu banyak orang Islam yang tidak memiliki etos kerja yang tinggi, bekerja asal-asalan, membuang waktu percuma, membiarkan lingkungan kotor dan semrawut. Terbelakang dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki derajat kesehatan yang rendah. Masalahnya bukan terletak pada ajaran Islamnya, melainkan pada kualitas memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai yang ada didalamnya. Untuk memecahkan masalah ini, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagaimana yang dirumuskan dalam problem based learning seperti yang dijelaskan diatas.[34]
Selain itu, masalah juga dapat berupa terjadinya suatu keadaan masyarakat yang kacau balau yang ditandai oleh pertikaian, kerusuhan, individualis, dan materialis yang disebabkan oleh adanya sebuah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Dengan demikian, kebijakan pemerintah tersebut telah menimbulkan masalah. Maka masalahnya adalah bagaimana caranya agar kebijakan pemerintah tersebut tidak menimbulkan dampak negatif lebih lanjut. Dan dalam memecahkan masalah tersebut perlu adanya penelitian tentang keadaan masyarakat untuk mengetahui seberapa jauh berbagai masalah tersebut terjadi sebagai dampak dari berlakunya kebijakan yang diberlakukan.
Islam melihat bahwa pemecahan maslah adalah sebagian dari agenda kehidupan, bahkan kehidupan itu sendiri sebenarnya sebuah masalah. Ketika manusia ingin memiliki keturunan, maka ia berhadapan dengan pencarian jodoh atau pasangan hidup yang sehat jasmani dan rohaninya (wanita yang shalehah atau suami yang shaleh). Setelah ia menikah, ia dihadapkan dengan bagaimana mencari nafkah bagi keluarganya. Setelah mendapatkan harta ia pun harus berfikir bagaimana agar rumah tangganya menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
Islam melarang umatnya melarikan diri dari tanggung jawab dalam memecahkan masalah tersebut. Namun, perintah ajaran Islam mengenai tanggung jawab memecahkan masalah tersebut dimaksudkan agar manusia mendapat hikmah, pelajaran dan nilai-nilai positif  bagi dirinya. Semakin banyak menyelesaikan masalah dengan niat tulus dan iklas karena Allah swt, akan semakin banyak nilai pahala yang diperoleh selain ibroh yang ada. Selain itu, ia juga dicatat namanya dalam sejarah sebagai orang yang sukses, dijadikan panutan dan sekaligus dihargai. Bersama dengan itu, rezeki dan karunia dari Allah swt akan dengan sendirinya datang.
d.      Desain pembelajaran sistematik
Desain pembelajaran sistemik atau systemic design of instruction (Dick dan Carey, 1990) meliputi sembilan langkah:
1.        Mengidentifikasi tujuan umum instruksional
2.       Melaksanakan analisis instruksional
3.       Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa
4.       Menuliskan tujuan khusus performa
5.       Mengembangkan butir tes acuan patokan
6.       Mengembangkan strategi instruksional
7.       Mengembangkan dan memilih materi atau bahan instruksional
8.       Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
9.       Melakukan revisi instruksional[35]









KESIMPULAN


Desain pembelajaran merupakan suatu pemikiran atau perencanaan terhadap suatu aktifitas guna mendukung tercapinya kegiatan atau proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.
Urgensi dalam desain pembelajaran yang terpenting adalah tidak hanya menonjolkan terhadap unsur pengetahuan semata melainkan perlu penanaman moral bangsa serta kita dapat menyajikan sebuah pelayanan pendidikan yang mampu membuat peserta didik senang dan nyaman. Dengan kenyamanan dan rasa senang, para peserta didik akan lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.
Strategi mendesain pembelajaran, dapat dilakukan dengan beberapa hal, antara lain:
-          Mendesain dan menata kembali hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran, misal kurikulum, materi, media, metode, dll.
-          Mendesain dan menata kembali visi dan misi agar pendidikan dapat sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
-          Menata kembali dan memodernisasi manajemen pendidikan.
-          Seluruh aktifitas dikelola dengan otonom, demokratis, transparan, relevan, efektif dan efisien.
Selanjutnya, didalam desain pembelajaran ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu proses pembelajaran dan orientasi pembelajaran. Untuk menghasilkan output yang berkualitas maka kita juga harus memakai sistem belajar yang berkualitas pula.
Contoh desain masa kini adalah model penyampaian pesan atau informasi dan metode yang digunakan.



DAFTAR PUSTAKA

Hamlik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda Karya, 2009
Muhtar. Desain Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Misaka Galiza, 2003
Nata, Abuddin. Prespektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2011
Rohani, Ahmad. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2004
Uno. B, Hamzah. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Grafika Offset, 2009
Winkel. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia, 1987
           


[1] Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, h. 66
[2] Ibid. h. 66
[3] Ibid. h. 66
[4] Ibid. h. 66
[5] Ibid. h. 66
[6]  Winkel, Psikologi  Pengajaran, Jakarta: Gramedia, 1987, h. 34
[7]  Muhktar, Desan Pembelajaran Pendidikn Agama Islam, Jakarta: Misaka Galiza, 2003, h. 14
[8] Ibid. h. 15
[9] Ibid. h. 17
[10] Ibid. h.18
[11] Ibid. h.18
[12] Ibid. h.19
[13] Ibid. h.20
[14]  Ibid. h.20
[15]  Ibid. h.21
[16]  Ibid. h.22
[17]  Ibid. h.22
[18] Ibid. h.23
[19] Ibid. h.23
[20]  Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h. 65
[21]  Ibid. h. 65
[22]  Ibid. h. 65
[23]  Ibid. h. 66
[24]  Ibid. h. 66
[25]  Ibid. h. 66
[26]  Abuddin Nata, Prespektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2011, h. 248
[27]  Ibid. h. 248
[28]  Ibid. h. 248
[29]  Ibid. h. 248
[30]  Ibid. h. 249
[31]  Ibid. h. 249
[32] Ibid. h.  250
[33] Ibid. h. 250
[34] Ibid. h. 251
[35] Hamzah, Uno. B. Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: Grafika Offset, 2009, h. 201 - 202