DAFTAR ISI
Halaman judul ........................................................................................................... i
Kata pengantar .......................................................................................................... ii
Daftar isi ................................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fakta Sejarah ......................................................................................... 2
B. Analisis Fakta Sejarah ............................................................................ 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... ........ 11
DAFTAR KELOMPOK ................................................................................. ........ 12
LAMPIRAN SOAL ................................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
merupakan salah satu sektor utama untuk memperbaiki dan memajukan suatu bangsa.
Pendidikan sejatinya terjadi sejak masa pra konsepsi hingga paska konsepsi.
Pelaksanaan pendidikan juga sudah melalui banyak tahapan (periode). Dunia
pendidikan juga sudah memiliki banyak warna dalam pelaksanaannya, tidak jarang
juga pelaksanaaan pendidikan itu menuai banyak tantangan dan pengucilan.
Belajar sejarah
pendidikan merupakan suatu hal yang mungkin diabaikan akan tetapi sejatinya itu
penting, karena dengan belajar dari sejarah kita akan tahu kelemahan-kelemahan
pendidikan masa lalu yang mana harus diperbaiki hingga dihindari sehingga tidak
terulang dan mana yang menjadi kelebihan hingga dapat dipertahankan atau di reorientasi
menjadi dasar yang kokoh dan teruji bagi dunia pendidikan itu sendiri.
Pendidikan di Indonesia
sendiri telah melewati beberapa masa (periode) dimulai dari pendidikan pada
masa kerajaan-kerajaan islam, penjajahan belanda, penjajahan jepang, pendidikan
pada masa orde lama, orde baru dan pendidikan pada masa reformasi. Pendidikan
masa reformasi merupakan satu periode yang tengah dilalui, karena periode
reformasi berlaku hingga sekarang.oleh sebab itu, makalah ini akan mengupas
mengenai sejauh mana pendidikan itu berkembang dan seperti apa perbedaan
pendidikannya dibanding dengan masa-masa sebelumnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Fakta Sejarah tentang Pendidikan Islam di Era Reformasi
2.
Analisis Fakta Sejarah tentang Pendidikan Islam di Era Reformasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Fakta Sejarah Pendidikan Islam di Era Reformasi
Reformasi berarti membentuk dan menata kembali, yakni
mengatur dan menertibkan sesuatu yang kacau balau, yang di dalamnya terdapat
kegiatan menambah, mengganti, mengurangi, memperbarui dan sebagainya. Sedangkan
arti lazim yang digunakan di Indonesia, era reformasi adalah masa pemerintahan
yang dimulai setelah jatuhnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998, hingga
sekarang, disebut dengan era reformasi.[1]
Fakta-fakta sejarah mengenai pendidika islam di era reformas
antara lain, yaitu:
1. Kebijakan Politik Pemerintahan
Era Reformasi
Pada dasarnya
kebijakan pemerintahan di era reformasi ditujukan untuk mengatasi masalah yang
timbul pada masa orde baru yang dianggap merugikan masyarakat. Masalah tersebut
antara lain:
- Memberikan peluang lebih luas kepada masyarakat untuk mengekspresikan kebebasan.
- Memberikan kebebasan kepada setiap daerah untuk mengatur daerahnya sendiri.
- Mengembalikan peran dan fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia seperti semula.
- Menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dari Korupi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
- Membebaskan Pegawai Negeri Sipil dari kegiatan politik dan mandiri.
- Mengembalikan kedaulatan kepada rakyat.
- Menciptakan suasana yang aman, tertib, adil dan sejahtera.
- Menciptakan berbagai lapangan kerja.
- Membebaskan negara dari beban hutang luar negeri yang berlebihan.[2]
Dengan adanya
berbagai kebijakan politik di era reformasi sebagaimana tersebut diatas,
kehidupan masyarakat dari berbagai bidang kehidupan perlahan mengalami
pertumbuhan dan peningkatan yang positif.
Begitu pula kebijakan
politik pendidikan pada masa reformasi, yaitu mengacu pada GBHN 1994-2004 bahwa
tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis
serta bertanggungjawab.[3]
2. Keadaan Pendidikan Islam di Zaman Reformasi
Sejalan dengan
berbagai kebijakan tersebut di atas, telah menimbulkan keadaan pendidikan islam
yang secara umum keadaannya ajauh lebih baik dari keadaan pendidikan pada masa
orde baru. Keadaan pendidikan tersebut dapat di
kemukakan sebagai berikut:[4]
Pertama,
kebijakan tentang pemantapan pendidikan islam sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional. Upaya ini di lakukan melalui
penyempurnaan undang-undang nomor 2 tahun 1989 menjadi undang-undang nomor 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Jika pada undang-undang nomor 2
tahun 1989, hanya
menyebutkan madrasah saja yang masuk dalam pendidikan nasional termasuk
pesantren, ma’had ali, raudhatul atfal, dan majlis ta’lim. Dengan masuk kedalam
sistem pendidikan nasional ini, maka selain eksistensi dan fungsi pendidikan islam
semakin diakui, juga semakin menghilang kesan diskriminasi dan dikotomi.
Kedua,
kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan islam. Kebijakan ini misalnya terlihat pada di
tetapkannya anggaran pendidikan sebanyak 20% dari anggaran penerimaan dan belanja
negara (APBN) yang di dalamnya termasuk gajih guru dan dosen, biaya operasional
pendidikan, pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang kurang mampu, pengadaan buku
gratis, pengadaan infrastruktur, sarana prasarana, media pembelajaran, peningkatan
sumber daya manusia, bagi kementrian pendidikan nasional. APBN tahun 2010
misalkan menetapkan, bahwa dana tersebut di alokasikan bagi penyelenggaraan
pendidikan yang dilaksanakan ke berbagai provinsi
yang jumlahnya mencapai 60% dari total anggaran pendidikan dari APBN. Sedangkan
sisanya 40% diberikan
kepada kementrian pendidikan nasional, kementrian agama, serta berbagai
kementrian lainya yang
menyelenggarakan program pendidikan.[5]
Ketiga,
program wajib belajar sembilan tahun, yakni bahwa setiap anak Indonesia wajib
memiliki pendidikan minimal sampai dengan tamat sekolah lanjutan pertama, yakni
SMP atau Tsanawiyah. Program wajib belajar ini bukan hanya berlaku bagi
anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan
kementrian pendidikan nasional, melainkan juga bagi anak-anak yang belajar di
bawah naungan kementrian agama.
[6]
Keempat,
penyelenggaraan sekolah bertaraf
nasional (SBN) yaitu
pendidikan yang seluruh komponen pendidikan menggunakan standar nasional dan kesetaraan diseluruh Provinsi se-Indonesia.
Untuk keperluan ini, kementrian pendidikan nasional menyediakan sebuah
direktorat peningkatan mutu pendidikan, menetapkan petunjuk pelaksanaan teknis
(juknis) dan petunjuk pelaksana (Juklak) yang berkaitan dengan penyelenggaraan
SBN tersebut.[7]
Kelima,
kebijakan sertifikasi guru dan dosen bagi semua guru dan dosen baik negeri
maupun swasta, baik guru umum maupun guru agama, baik guru yang berada di bawah
kementrian pendidikan dan budaya, maupun guru yang
berada di bawah kementrian agama. program ini terkait erat dengan program
peningkatan mutu tenaga guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Melalui program
sertifikasi tersebut, maka kompetensi akademik, kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial para guru dan dosen ditingkatkan.[8]
Keenam,
pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/Th. 2004) dan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP//Th. 2006). Melalui kurikulum ini para peserta didik
tidak hanya dituntut menguasai materi, memiliki
rasa percaya diri, kemampuan mengemukakan pendapat kritis, inovatif, kreatif,
dan mandiri. Peserta didik yang demikian itulah yang di harapkan akan menjawab
tantangan yang terdapat di era globalisasi, serta dapat merebut berbagai
peluang yang terdapat di masyarakat. Selain itu, pada kurikulum KBK dan KTSP
tersebut, setiap satuan pendidikan memiliki peluang yang luas untuk
merekontruksi kurikulum sesuai dengan misi visi dan tujuan yang telah di
tetapkan.[9]
Ketujuh,
pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya berpusat pada guru
(teacher sentris) melainkan
juga berpusat pada murid (student sentris) melalui kegiatan learning dan
research dalam suasana yang partisipatif, inovatif, aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan (paikem). Sebagaimana yang dapat pada model pembelajaran CBSA
(cara belajar siswa aktif), PBL (problem based learning) CTL (contextual
teaching learning), Inquery (penemuan), quantum teaching, Interactive learning,
cooperative learning dan lain sebagainya. Pendekatan proses belajar ini juga
harus didasarkan pada asas demokratis, humanis, egaliter dan adil, dengan cara
menjadikan peserta didik bukan hanya objek pendidikan, melainkan juga subjek
pendidikan yang berhak mengajukan saran dan masukan tentang sebuah pendekatan
dan metode yang akan di gunakan.[10]
Kedelapan,
penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang baik dan
memuaskan pada para pelanggan (to give good service and satisfaction for all
customer) sebagaimana yang terdapat Pada konsep total quality management (TQM).
Untuk mewujudkan ini maka seluruh
komponen pendidikan harus dilakukan standarisasi. Dan standar tersebut harus di
kerjakan dengan sumber daya manusia yang unggul, di lakukan perbaikan secara
terus menerus, dan dilakukan pengembangan sesuai kebutuhan masyarakat selaku
pelanggan. Berkaitan dengan ini maka era reformasi ini telah lahir peraturan
pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi :
1. Standar isi kurikulum
2. Standar mutu lulusan
3. Standar proses pembelajaran
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan
5. Standar pengelolaan
6. Standar sarana prasarana
7. Standar pembiayaan
8. Standar penilaian[11]
Kesembilan,
kebijakan mengubah
sifat madrasah menjadi sekolah umum yang berciri khas keagamaan. Dengan ciri
inilah maka madrasah menjadi sekolah umum plus. Karna di madrasah ibtidaiyah,
tsanawiyah dan aliyah ini, selain para siswa memperoleh pelajaran agama tapi juga pelajaran umum
sebagaimana terdapat pada sekolah umum seperti SD, SMP, SMU. Namun demikian
harus diakui bahwa di antara madrasah tersebut masih banyak yang memiliki
berbagai kekurangan dan kelemahan, sebagaimana hal ini juga terdapat pada
sekolah umum. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka tidaklah mustahil jika
suatu saat madrasah akan menjadi pilihan utama masyarakat. [12]
B.
Analisis Fakta sejarah
Reformasi
diartikan dengan keadaan yang menjunjung kebebasan, keadilan dan persamaan.
Begitupula pendidikan di era reformasi ini, lahir sebagai koreksi, perbaikan,
dan penyempurnaan atas berbagai kelemahan kebijakan pemerintahan Orde Baru yang
dilakukan secara menyeluruh yang meliputi bidang pendidikan, pertahanan, keamanan,
agama, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Berbagai
kebijakan tersebut diarahkan pada sifatnya yang lebih demokratis, adil,
transparan, akuntabel, kredibel, dan bertanggung jawab dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang adil, makmur, tertib, aman dan sejahtera.
Secara garis besar
pendidikan di era refomasi adalah sebagai berikut:
1.
Kebijakan Politik
Dibidang politik
pemerintahan era reformasi mengeluarkan beberapa kebijakan, yaitu:
a.
Memberikan ruang kebebasan yang lebih.
b.
Aturan mengenai otonomi daerah.
c.
Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat.
d.
Menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dari KKN.
e.
Menciptakan keamanan dan kesejahteraan.
f.
Menciptakan lapangan kerja.
Akan tetapi pada
kenyataannya, semua kebijakan yang sangat diharapkan seperti yang tersebut di
atas, hanyalah sebuah wacana yang belum terealisasikan dengan baik dan optimal.
Rakyat Indonesia belum merasakan kebebasan itu pada hakikatnya, karena meskipun
sudah merdeka tapi rakyat mau tidak harus tunduk atas keputusan pemerintah meskipun
keputusan itu bukanlah suara dan harapan rakyat. Otonomi daerah juga belum
terlaksanakan dengan baik.
Kemudian pemerintah yang bersih
dari KKN, kenyataannya Indonesia menempati urutan ke-3 negara terkorup di
dunia. apakah ini wujud dari cita-cita lahirnya reformasi. Tentu bukan
jawabannya. Wakil-wakil rakyat yang diharapkan memang benar-benar menyuarakan
suara rakyat akan tetapi memanfaatkan kekuasaannya untuk menguntungkan dirinya
sendiri ataupun kelompok tertentu.
Selanjutnya penciptaan keamanan,
kesejahteraan dan lapangan kerja. Kebijakan ini bisa dibilang belumlah
terlaksana. Rakyat Indonesia sebagian masih ada digaris kemiskinan. Apalagi
didaerah yang jauh dari ibukota Negara, jauh dari daerah perkotaan, dan
terpencil yang akses masuknya sangat susah untuk dijangkau. Tapi yang membuat
ironi, wakil-wakil rakyatnya hanya mementingkan bagaimana ia mendapatkan uang,
mendapatkan projek, mendapatkan pamor, faslitas dan kehormatan tanpa mau
melihat seperti apa kenyataannya kondisi negara ini. Baru-baru ini salah satu
TKW dari Indonesia mendapatkan hukuman pancung di negeri jazirah arab.
Masyallah, Indonesia sejatinya adalah negeri yang kaya raya akan sumber daya
alamnya akan tetapi Indonesia menjadi negara terbesar penyedia TKI dan TKW ke
negara-negara di dunia. Dimana larinya harapan yang sudah dicita-citakan dalam
kebijakan politik era reformasi. Bukan semakin lama negara semakin adil,
makmur, sejahtera akan tetapi semakin merosot kedaulatannya.
2.
Keadaan Pendidikan
Keadaan pendidikan era reformasi
secara umum telah jauh lebih berkembang dan maju. Meskipun ada
kekurangan-kekurangan yang mengiringi akan tetapi pendidikan sudah jauh lebih
baik dibanding dengan pendidikan dimasa orde baru.
Kemajuan itu
berbentuk adanya penyempurnaan sistem pendidikan, menaikkan alokasi anggaran
pendidikan, kebijakan keharusan sekolah sembilan tahun, perbaikan dan perubahan kurikulum,
dibentuknya badan standarisasi pendidikan, penyetaraan pendidikan dengan
membuat taraf standar nasional, sertifikasi guru sebagai bentuk penghargaan
sekaligus dapat digunakan untuk meningkatkan keprofesionalannya dalam
melaksanakan tugas pendidikan serta penghapusan dikotomi lembaga pendidikan.
Kemudian jika
melihat Undang-Undang Sisdiknas tentang Paradigma Baru Pendidikan Nasional
tanggal 11 Juni 2003[13], dapat
dipetik poin-poin yang diarahkan sebagai sasaran pendidikan masa ini, yaitu:
Pertama, tentang demokrasi dan desentralisasi (otonomi daerah)
tercantum dalam bab tiga tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan. Adanya
desentralisasi menjadikan pendanaan pendidikan merupakan tanggungjawab bersama
antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat.
Kedua, peran serta masyarakat, demokratisasi penyelenggaraan
pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat dengan memperluas
partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta perorangan,
kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
Ketiga, tantangan global yang melanda dunia yang mengharuskan
pendidikan bertaraf internasional. Untuk
itu perlu dibentuk suatu badan hukum pendidikan formal, baik pendidikan yang
didirikan pemerintah maupun masyarakat.
Keempat, kesetaraan dan keseimbangan antara pendidikan yang
diselenggarakan pemerintah dan masyarakat.
Kelima, adanya jalur formal, nonformal, dan informal yang meniadakan istilah jalur pendidikan sekolah
dan luar sekolah.
Keenam, peserta didik, dengan menempatkan mereka sebagai subyek
pendidikan. Hal ini menunjukkan keberpihakan Undang-Undang Sisdiknas kepada
peserta didik terutama kepada peserta didik yang tidak mampu secara ekonomi.
BAB
III
KESIMPULAN
Secara garis besar pendidikan di era reformasi dimulai
dengan dikeluarkannya kebijakan politik, yaitu:
a.
Memberikan ruang kebebasan yang lebih.
b.
Aturan mengenai otonomi daerah.
c.
Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat.
d.
Menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dari KKN.
e.
Menciptakan keamanan dan kesejahteraan.
f.
Menciptakan lapangan kerja.
Kemudian
keadaan pendidikannya sendiri pun sangat berbeda dan lebih berkembangan serta
lebih maju. Hal ini juga didukung dengan pembaharuan-pembaharuan peraturan
(kebijakan) pemerintahan tentang pendidikan. Yang dapat dilihat dalam Undang-Undang
Sisdiknas tentang Paradigma Baru Pendidikan Nasional tanggal 11 Juni 2003.
Secara singkat dalam undang-undang ini terdapat bebrapa poin penting untuk
pendidikan, yaitu:
a.
Demokrasi dan desentralisasi.
b.
Adanya standarisasi dan taraf pendidikan.
c.
Adanya keseimbangan.
d.
Penetapan subyek pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Rois Mahfud, Al-Islam: pendidikan agama islam, Jakarta:
Erlangga, 2011.
Depag RI. Memahami Paradigma
Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Sisdiknas, Jakarta: Direktorat
Kelembagaan Agama Islam, 2003.
Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo, 2004.
[13] Depag RI. Memahami Paradigma
Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Sisdiknas, (Jakarta: Direktorat
Kelembagaan Agama Islam, 2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar